admin

SSB Agenda for August 2024

Theme:

Politics of Education and its Implications toward Social, Cultural, and Human Resources Development in Southeast Asian Countries and Around the Globe

Call for Papers and Participation

Dates:

Wednesday to Sunday, 7th – 11th August 2024

Venue:

Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Organized by:

ASPENSI (International Association for Historians and History Educators) in collaboration with UBD (University of Brunei Darussalam) in Bandar Seri Begawan and ARS University in Bandung, West Java, Indonesia

1. INTRODUCTION

ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia, is dedicated to addressing critical educational issues. This conference brings together various stakeholders, including lecturers, teachers, policymakers, government agencies, and learners themselves. The exploration of the history, concepts, principles, implementations, problems, solutions, and prospects of the Politics of Education aims to generate a wealth of knowledge for collective discussion and sharing.

The main theme, “Politics of Education and its Implications toward Social, Cultural, and Human Resources Development in Southeast Asian Countries and Around the Globe,” underscores the conference’s focus. The event aims to identify, construct, and share various aspects of Educational Politics, fostering collaboration and networking among scholars, lecturers, teachers, and practitioners in Southeast Asian countries and globally.

2. OBJECTIVES

The overarching goal of the International Conference is to reconstruct the genesis, principles, and practices of “Politics of Education and its Implications toward Social, Cultural, and Human Resources Development in Southeast Asian Countries and Around the Globe.”

Specifically, the conference aims to:

  • Provide a forum for sharing the latest ideas, developments, and research findings on Politics of Education.
  • Identify issues that enhance interests, achievements, and involvements in Politics of Education across diverse socio-cultural and geopolitical backgrounds.
  • Compare and contrast practices related to Politics of Education.
  • Strengthen linkages and encourage networking among historians, history educators, administrators, and leaders in Politics of Education.

3. SUB THEMES

The conference will delve into the following sub-themes:

  1. Case studies for Politics of Education in Southeast Asian Countries and Around the Globe.
  2. History of educational institutions, including theory, methodology, curriculum, and assessment in Politics of Education.
  3. ICT or Information and Communication Technology’s literacy: challenges and responses in Politics of Education and its Implications.
  4. The Great Malay cultures and education legacies in facing the mainstream of globalization.
  5. Education as power for enhancing social prosperity and political democracy.

4. LANGUAGES

This International Conference will utilize Indonesian, Malay, and English languages for communication.

5. OPENING CEREMONY

This conference by invitation will be officially opened by Prof. Dr. Haji Awang Asbol bin Haji Mail, President of ASPENSI in Bandung, Indonesia, and Lecturer at the International History Study Program, Faculty of Arts and Humanities UBD (University of Brunei Darussalam) in Bandar Seri Begawan, Negara Brunei Darussalam.

6. GUEST SPEAKERS

Distinguished speakers from Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, and the Philippines will share their expertise and insights during the conference.

7. CALL FOR PRESENTER AND PARTICIPANT

The Committee invites experts, lecturers, teachers, and other professionals to submit their full papers by the deadline of May 20, 2024. Early registration is encouraged due to limited participant slots.

For submissions and inquiries, please contact the Secretariat at: suciandi@upi.edu or mindamas.journals@gmail.com

8. WORKING PAPERS AND PUBLICATION

Selected papers will undergo review for publication in Minda Masagi journals, both nationally and internationally.

9. CONFERENCE FEE AND FACILITIES

Participants are required to pay a fee of IDR 10,000,000 (USD 655), covering accommodation, meals, transportation, entry to tourism destinations, publication in journals, a branded T-shirt, a handbag from HAWWA Tours & Travels, and conference kits.

10. FURTHER INFORMATION

The registration deadline was December 30, 2023, with a down payment (DP) of IDR 1,000,000 (USD 65). All SSB fees must be settled by June 2024.

For payment details and further inquiries, please WhatsApp +6281222381605.Additional Notes: The 1st SSB in 2016 in Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia; the 2nd SSB in 2017 in Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia; and the 3rd SSB in 2018 in Lembang-Bandung, West Java, Indonesia.

Hari Kebangkitan Nasional

Oleh: Andi Suwirta

Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FPIPS UPI di Bandung. Emel: atriwusidna@gmail.com

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) diperingati setiap tanggal 20 Mei di Indonesia. Harkitnas merujuk pada kelahiran BU (Budi Utomo), salah satu organisasi modern yang didirikan pada 1908, yang mencita-citakan kemajuan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan pada awal abad ke-20 Masehi. Namun, Harkitnas baru diperingati setelah 40 tahun peristiwanya berlalu, yakni pada 20 Mei 1948. Mengapa demikian?

Tahun 1948 adalah periode krisis pada masa revolusi Indonesia. PM (Perdana Menteri) Mohamad Hatta tengah menghadapi oposisi yang kuat dari kubu FDR (Front Demokrasi Rakyat), yang kemudian berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia), di bawah pimpinan Muso dan Amir Syarifudin. Untuk meredakan ketegangan politik, diadakanlah agenda untuk rekonsiliasi nasional, dengan cara melakukan upacara bersama dan mengusung tema “Hari Kebangkitan Nasional”.

Masalahnya, peristiwa sejarah apakah yang layak untuk diperingati sebagai Harkitnas? Golongan oposisi menghendaki hari kelahiran PKI diperingati sebagai Harkitnas. Golongan Islam tentu saja menolak dan menyatakan bahwa hari kelahiran SI (Sarekat Islam) atau SDI (Sarekat Dagang Islam) lebih layak diperingati. Pihak pemerintah sendiri menghendaki agar hari kelahiran PNI (Partai Nasional Indonesia) diperingati sebagai Harkitnas.

Karena tidak ada titik temu, pihak-pihak yang bersengketa pada masa revolusi Indonesia sepakat untuk menjadikan hari kelahiran BU, sebagai organisasi moderat, apolitis, serta bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, sebagai Harkitnas: sebuah upacara bersama untuk rekonsiliasi antara pihak pemerintah RI – yang didukung golongan Nasionalis dan Islam moderat – di satu sisi; dengan golongan Komunis dan Sosialis radikal di sisi lain.

Peringatan Harkitnas pertama kali, pada 20 Mei 1948, dilaksanakan di Yogyakarta, sebagai ibukota baru pada masa revolusi Indonesia. Pihak-pihak yang bertikai hadir dalam upacara tersebut, termasuk Muso sebagai Ketua PKI. Presiden Sukarno kemudian berpesan kepada Muso, teman lamanya semasa masih muda di Surabaya, agar ikut membantu jalannya revolusi Indonesia. Muso kemudian menjawab dalam Bahasa Belanda, dengan tegas dan sarat makna, “Ik kom hier om orde te scheppen” (Saya datang ke sini untuk membereskan semuanya).

Peringatan Harkitnas pada 20 Mei 1948 nampaknya gagal dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pihak PKI sendiri kemudian melakukan kudeta di Madiun pada 18 September 1948 dan ditumpas oleh pemerintah RI, terutama tentara Siliwangi dari Jawa Barat, yang telah hijrah ke Yogyakarta dan Surakarta pada awal 1948. Tentara Siliwangi, disingkat SLW, memang sering diejek dan dihina oleh PKI sebagai Stoot Leger Wilhelmina atau Tukang Pukul Ratu Belanda, karena para perwira tentara SLW – seperti Abdul Haris Nasution, Hidayat, Daan Yahya, Sadikin, dan sebagainya – sering berkomunikasi diantara mereka dalam Bahasa Belanda.  

Refleksi Kekinian

Harkitnas pada 20 Mei 2023 kali ini, saya kira, tetap relevan untuk dimaknai, difahami, dan dilaksanakan dengan benar. Tujuan Harkitnas, pada awalnya, adalah moment untuk rekonsiliasi nasional. Pihak-pihak yang berseteru agar bersatu dan berdamai, serta bersama-sama membangun bangsa agar terjadi “kebangkitan nasional”. Dengan perkataan lain, Harkitnas adalah solusi bijak agar bangsa Indonesia keluar dari krisis politik secara nasional.

Indonesia di era Reformasi sekarang pun masih didera oleh krisis nasional di segala bidang. Lebih-lebih setelah Pilpres (Pemilihan Presiden) secara langsung, khususnya sejak 2014 hingga sekarang, bangsa Indonesia terbelah secara politik dengan adanya kubu Cebong (pendukung Presiden Jokowi) dan kubu Kampret atau Kadrun (Kadal Gurun). Sebutan terakhir berkonotasi kepada gerakan Islam radikal di Indonesia, yang menghendaki tegaknya sistem kekhalifahan atau tata-kelola pemerintahan yang lebih Islami di Indonesia.

Pemerintah sekarang, dan yang akan datang, harus mengambil inisiatif, punya kemauan politik baik, dan memberi makna baru dalam melaksanakan Harkitnas. Ribut-ribut politik dan kegaduhan nasional diantara dua kubu (Cebong yang pro pemerintah dan Kadrun yang anti pemerintah), sebenarnya bermula dari kurangnya kesadaran sejarah. Presiden Sukarno pada 1948 sudah menyatakan bahwa salah satu manfaat mempelajari sejarah agar kita dapat menemukan hukum-hukum dan pola-pola dalam memahami peristiwa sejarah, sehingga Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar, maju, dan sejahtera.

Pendidikan, sebagaimana ditekankan oleh organisasi BU dengan menganjurkan Studie Fonds (Beasiswa), adalah alat ampuh untuk mencapai kemajuan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam makna yang sebenar. Pemerintah sekarang, dan yang akan datang, sudah seharusnya kembali ke semangat dan tujuan utama didirikannya BU, sebagai mencusuar bagi kebangkitan nasional, yakni menekankan bidang pendidikan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Anak-anak bangsa yang cemerlang, cerdas, dan bertalenta – tidak peduli dari kubu Cebong atau Kadrun – harus diberi Studie Fonds untuk belajar ke luar negeri, khususnya dalam bidang sains, teknologi, dan informasi terkini. Setelah lulus, jangan biarkan mereka berdiaspora, tapi dipanggil pulang untuk berbakti kepada Ibu Pertiwi, agar bangsa ini maju, sejahtera, mandiri, dan berdaulat di segala bidang kehidupan. Mereka akan bersinergi dalam mengelola, mengolah, dan memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) yang kaya di Indonesia. Mereka tidak akan menjadi komprador, yang hanya bisa menjual dan menyewakan SDA kepada pihak Asing dan Aseng untuk mendapatkan rente, memperkaya diri, kroni, dan oligarki diantara lingkaran politik mereka sendiri.

Cita-cita untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang bermuara pada “memajukan kesejahteraan umum” dan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, sesungguhnya sudah termaktub dalam Pembukaan UUD (Undang-Undang Dasar) 1945. Dalam rangka Harkitnas di Indonesia, pemerintah diingatkan kembali untuk melaksanakan cita-cita itu dengan cara yang saksama dan dalam kadar yang segera. [AS]

MUSYAWARAH ONLINE ASPENSI

Alhamdulillah, ASPENSI (Asosiasi Sejarawan dan Pendidik Sejarah Internasional) pada hari Sabtu (20/05/2023) berhasil menyelenggarakan Musyawarah Online via Zoom Meeting, yang dihadiri oleh Perwakilan dari negara-negara Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina.

Kegiatan Online via Zoom Meeting juga sepakat dengan suara bulat (melalui mekanisme musyawarah dan mufakat) untuk menetapkan Prof. Dr. Haji Awang Asbol bin Haji Mail (Dosen UBD, Gadong, Brunei Darussalam) menjadi Presiden ASPENSI Periode 2023-2028.

Hal ini terjadi karena Prof. Dr. Ismail Ali, Presiden ASPENSI 2018-2023 tidak bersedia lagi dicalonkan pada Periode ke-2, walaupun beliau akan tetap dan terus mendukung keberadaan dan peranan ASPENSI di masa depan.

Presiden ASPENSI terpilih kini tengah menyusun Pengurus Lengkap ASPENSI Periode 2023-2028, dengan dibantu oleh Tim Formatur yang beranggotakan: Prof. Dr. Haji Awang bin Haji Mail (Presiden terpilih); Prof. Dr. Ismail Ali (mantan Presiden ASPENSI); Prof. Dr. Haji Endang Komara (mantan Ketua Dewan Pakar); dan Andi Suwirta (mantan Sekjen ASPENSI).

Jika nanti bapak/ibu ada yang ditunjuk untuk bergabung dalam Kepengurusan ASPENSI Periode 2023-2028, mohon dengan hormat agar menyatakan kesediaannya.

Presiden ASPENSI yang baru juga ingin agar kegiatan SSB (Seminar Sambil Berlayar) diadakan lagi, setelah terganggu oleh COVID-19.

Kegiatan SSB dari Bali ke Lombok yang ditunda pada tahun 2020, di mana sebagian bapak/ibu sudah membayar DP (Down Payment), insya Allah aman dan akan kita adakan kembali pada bulan Juli 2024, sesuai dengan kesepakatan Pengurus ASPENSI yang baru, dengan mengambil tempat SSB di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Sekian dan wassalam: www.mindamas.com

https://youtu.be/y0JkaopE0VE